May 26, 2014

Mbak Brenda, Tetanggaku

Sesosok wanita keluar dari balik pintu kaca yang melahap hitamnya malam. Ku tanya pada raga, siapa dia? Oh, ternyata Mbak Brenda. Pakaiannya berenda-renda dipilin dengan benang emas terurai bak nyiur yang melambai-lambai yang menjulang tinggi hingga ke pinggulnya,  dan nampak dari temaram malam sebuah ngarai yang curam dan panjang dari kedua gunung yang ada di dadanya, bak memisah dua buah pepaya masak yang menggantung seirama. Ia mulai melangkah maju kearahku, seperti langkah pengantin yang  ada dipelaminan. Aku pun diam sembari memandang ke arahnya. Tak lama, suara lirih terdengar dari bibir tipisnya yang terbalut gincu merah dan menyapaku dengan hangat, "Selamat malam tetangga", sambil berjalan semakin menjauh dariku. Aku pun membalasnya dengan senyuman indahku. Namun, ia hanya sekilas memandang dan langsung melewati begitu saja dan menuju ke sebuah mobil hitam di bibir gang, karena saat ini aku berada di beranda rumahku dan rumahnya ada di seberang rumahku. Lalu aku kembali masuk ke dalam rumah dan tidur.

Jarum pendek jam rumahku sudah berputar delapan kali sejak aku berpapasan dengan Mbak Brenda. Kelopak mataku nyeri melihat  cahaya lampu kamar yang dinyalakan oleh ibu, dan aku pun membuka mata. Sewajarnya seorang manusia yang hidup dalam dunia fana, sesaat setelah aku membuka mata aku menggosok gigi dan mencuci wajahku yang menyisakan minyak sembari menunda waktu mandi. Aku keluar untuk menyapu beranda rumah yang sedikit berdebu dan berserak guguran daun mangga. Saat itu surya masih terlelap dalam keheningannya. Sekitar sejam berlalu sejak aku menyapu beranda rumahku, ku dapati Mbak Brenda dengan langkah yang sedikit mengayun melambai, turun dari sebuah mobil hitam yang sama menuju ke rumahnya. Aku tak mendapati siapakah seorang pengemudi di dalam mobil hitam itu. Tak lama setelah kedatangan Mbak Brenda, surya mulai nampak di cakrawala. Aku pun kembali masuk ke dalam rumah dan membasuh raga di bawah derasnya kucuran air shower.

Satu bulan berlalu setelah hari itu. Tak dapat kuhitung berapa banyak mobil yang telah bersandar di rumah Mbak Brenda, karena itu bukan urusanku. Tapi aku melihat, banyak pria  berpakaian perlente, dengan postur yang tegap dan gagah silih berganti mengunjungi dan menjemput Mbak Brenda. Wajar jika suram pikiranku ketika ku mengingat hal itu. Lalu kutanya pada ibuku siapa sebenarnya Mbak Brenda, ternyata ibu juga hanya sebatas tahu tapi tidak mengenalnya. Maklum, Mbak Brenda juga jarang berkumpul bersama tetangga untuk bersendagurau atau bahkan beramah-tamah. Rasa penasaranku semakin menyala-nyala untuk mengetahui siapa sesungguhnya dia.

Tiga hari berselang, tak ada maksud dan tujuan tertentu, aku hanya menjelajah luasnya internet untuk melihat sekeliling. Aku terkejut melihat sosok wanita yang serupa dengan Mbak Brenda terpampang di salah satu iklan, dengan rupa yang menggoda, rambut panjangnya terurai, dan busana mahal yang minim menyelimuti pusakanya. Bergetar kencang jantung dan nadi di tubuhku, berlarian pula butiran keringat dari pelipisku, dan gemetar dahsyat jemari tanganku. Seketika aku bertempik dengan suara beratku karena ternyata, dugaanku, firasatku, bayanganku, dan persepsi tabuku padanya selama ini salah. Mbak Brenda ternyata bukan penyundal seperti yang aku pikirkan selama ini. Karena sebenarnya Mbak Brenda hanyalah seorang konsultan fashion designer khusus untuk kejutan busana istri, tak hanya itu, ia juga menyediakan fasilitas membantu client untuk memilih jenis kain di toko dan tak lama setelah aku membuka situs tokonya di internet, ia baru memasang spanduk 'Jahit Kejutan Mbak Brenda' di depan kediamannya.

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review