July 12, 2015

Surat Terbuka untuk Klaten

Klaten adalah kita. Seluruh warga, pejabat, pelajar, pengembara, yang telah sukses dan pergi, yang mendhi gondhi, dan para pejuang yang berasal, yang tinggal,  dan yang pernah meninggalkan Klaten.

Perkenalkan nama saya Joshua Harry Prabowo. Saat ini saya tinggal di Bogor karena SMA saya ada di Bogor. Saya berasal dari Klaten, dan lahir sekitar tujuh belas tahun lalu, saat saya menulis post ini. Saya memiliki banyak relasi yang tidak terbatas pada usia yang sebaya, melainkan mulai dari muda hingga usia emas, juga dari latar belakang yang beragam.


Saat saya duduk di bangku sekolah dasar, guru les saya yang mengajar IPS pernah berkata bahwa Klaten merupakan salah satu kota yang memegang peranan penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Mulai dari menjadi pusat dagang pada zaman belanda, insiden PKI, dan masih banyak lagi hal-hal yang serupa terjadi di Klaten. Saat saya SMP, guru sejarah saya mengatakan hal serupa. Bahkan saat saya SMA pun, guru sejarah saya juga mengatakan hal yang tidak jauh beda dengan yang dikatakan oleh guru-guru saya dulu, perlu diketahui guru SMA saya bukan orang Klaten dan berasal dari luar Pulau Jawa. Saya cukup kagum dan bangga dengan sejarah2 itu meskipun tidak semuanya baik dan sedikit berbau pembantaian. Sayangnya, kini banyak peninggalan sejarah itu telah hilang ditelan developer dan zaman.


Pandangan saya, seharusnya saat ini Klaten sudah menjadi kabupaten yang maju baik dalam sistem pemerintahan, ekonomi masyarakat, pendidikan, dan sebagainya. Sayangnya, 'baru' berbelas-belas tahun saya hidup di Klaten, saya tidak melihat perkembangan kabupaten ini secara signifikan. Salah satu contoh yang terasa adalah masih tersentralnya 'pendidikan yang unggul' di Kecamatan Klaten Tengah. Sampai saat ini masih 'diakui' bahwa sekolah-sekolah favorit mayoritas muncul dari kecamatan Klaten Tengah. Meskipun sekolah-sekolah di kecamatan lain juga tidak kalah saing, tetapi tetap Klaten Tengah masih mendominasi. Saya tidak mengerti mengapa hal ini bisa terjadi, kebetulan sejak playgroup hingga SMP saya selalu berada dalam kawasan sekolah di kecamatan Klaten Tengah karena rumah saya berada di dekat pusat kota. Contoh lain yang sangat mencolok adalah saat bersaing dalam perlombaan di tingkat kabupaten. Sekolah-sekolah yang menduduki juara(baik juara harapan hingga juara pertama), lagi-lagi muncul nama sekolah dari Klaten Tengah(jika dilihat perbandingan dari jenjang SD-SMA). Jadi bisa dikatakan di Klaten Tengah pendidikan cukup rata mulai dari jenjang dasar hingga atas. Saya sangat yakin, tidak ada sekolah yang yang tidak memiliki tujuan untuk mencerdaskan dan menyukseskan anak didiknya. Bagaimana pun, semua sekolah di berbagai kecamatan telah berupaya semaksimal mungkin memberikan kontribusi yang terbaik untuk sekolahnya masing-masing.

Kemudian beralih ke masalah PNS. Masalah yang saya maksudkan yaitu masalah administrasi dalam pekerjaannya. Sudah menjadi rahasia umum ketika 'changing season' alias masa-masa mutasi PNS(hehehe) tiba, mulai dari PNS desa sampai kota resah 'takut dipindah' kemudian mencari 'wangsitor'(lol) agar keberuntungan berpihak padanya. Pada masa-masa ini, secara tiba-tiba beberapa orang 'lemahe dadi teles' bahkan sampai 'becek'(only if you know what i mean :D). Tarifnya pun beragam, mulai dari 'enam digit sampai sembilan digit' atau mungkin lebih(please, ini bukan kalimat rumpang. mohon dipahami). Saya juga tidak tahu pasnya berapa, saya hanya tahu kisarannya. Selain itu, permasalahan mengenai 'rupiah' juga terjadi. Mulai dari dana tambahan  bagi PNS yang tak kunjung cair sampai potongan-potongan 'pajak' yang berjudul 'iuran' hingga 'syukuran' pun juga ada. Bagaimana juga, saat ini Indonesia telah menerapkan sistem otonomi daerah. Jadi setiap daerah memiliki wewenangnya sendiri. Untungnya, meski sudah 'ditunda-tunda dan dipotong-potong' PNS di Klaten masih berada dalam rentang kehidupan yang cukup karena living-cost di Klaten terbilang cukup rendah dibanding dengan kota-kota lain.

Dari segi penampilan, dari dulu(umur saya tiga tahun) sampai sekarang(umur saya tujuh belas tahun) perubahan tata kota tidak signifikan. Perubahan tersebut juga baru terlihat beberapa tahun belakangan ini, contohnya di mana secara tiba-tiba dan kompak banyak patung-patung yang muncul di perempatan dengan warna emas yang bertema wayang, gapura yang megah jika Anda melintas dari arah Solo menuju ke Kab. Klaten(melalui jalur utama) serta pembangunan-pembangunan dengan tagar #latebuild megaproyek 'the buildings' di Klaten. Saya cukup mengapresiasi hal-hal tersebut, sehingga Klaten 'sedikit' lebih maju dan molek. Tapi untuk masalah jalan raya, silahkan berpendapat sendiri dan rasakan secara langsung bedanya antara Anda yang hendak ke Jogja dan ke Solo. Mungkin arah ke Jogja terasa lebih halus agar tidak terlalu jomplang dengan jalanan yang ada di Jogja kali ya(hehehe). Sayangnya pembangunan-pembangunan  yang dilakukan oleh pemerintah, rata-rata masih bersifat konsumtif dan belum terlihat adanya pembangunan yang bersifat produktif yang signifikan.

Dengan SDA yang sangat lengkap, Klaten juga memiliki kelebihan dalam  sektor perikanan, sektor pertanian, sektor industri, kesenian dan budaya lokal yang masih terjaga, lokasi yang strategis, sarana perhubungan yang mudah, dan masih banyak lagi. Banyak orang yang memandang sebelah mata Kab. Klaten karena mungkin saat ini Klaten belum terlalu dikenal masyarakat luas se-Indonesia, namun perlu diketahui bahwa tanpa Klaten, perusahaan sebesar Danone(salah satu produknya Aqua air mineral) tidak akan bisa produksi secara maksimal karena air mineral Aqua yang beredar di Pulau Jawa sebagian besar diproduksi dari Aqua cabang Klaten(hehee). Daerah Delanggu juga 'pernah' memiliki peranan penting dalam kemakmuran warga Jawa Tengah karena pernah menjadi salah satu daerah pemasok beras terbesar, tetapi sayangnya kini lahan pertanian tersebut sudah beralih menjadi perumahan. Tetapi sampai saat ini beras delanggu masih menjadi salah satu beras terbaik dan pilihan masyarakat. Kemudian Klaten juga memiliki dua pabrik gula, yaitu P.G. Gondang dan P.G. Ceper. Tetapi P.G. Ceper sudah berhenti beroperasi, setidaknya dalam kabupaten ini masih memiliki satu pabrik gula yang mampu mencukupi kebutuhan gula di kotanya, bahkan hingga keluar kota dan mungkin luar propinsi juga. Beberapa contoh industri tersebut seharusnya semakin menyadarkan masyarakat Klaten bahwa Klaten ini sangat mungkin untuk maju, asalkan baik pemerintah dan masyarakat sama-sama memiliki kesadaran dan memiliki jiwa pro-aktif untuk membangun Kabupaten Klaten.

Sebenarnya di sini saya hanya ingin membagi tentang opini saya terhadap Klaten. Saya juga ingin mengajak para pembaca terutama warga Klaten untuk memiliki semangat setidaknya seperti saya dalam berangan untuk memajukan Kab. Klaten ini. Melalui post saya yang non-formal ini, saya juga berharap agar partisipasi masyarakat untuk mau terlibat dalam politik di negeri ini juga meningkat. Partisipasi ini bisa di mulai dari tingkat kabupaten. Berpartisipasi aktif salah satunya dapat diterapkan dalam pilkada serentak nanti. Saya berharap masyarakat sadar atas pentingnya seorang pemimpin bagi kotanya. Saya juga berharap agar masyarakat Klaten tidak hanya memilih calon pemimpinnya nanti hanya karena pemimpin tersebut kenal baik dengan Anda atau telah memberikan 'salam tempel' untuk Anda atau memberikan iming-iming lain untuk Anda dan sebagainya. Tetapi, saya sangat mengapresiasi dan menghargai Anda jika Anda memilih calon pemimpin kota ini karena Anda melihat dan merasa pemimpin tersebut memiliki kapabilitas dan motivasi yang baik untuk mengatur, memimpin, dan dapat memajukan Klaten secara general, tentunya bukan hanya buat Anda, tetapi buat kita semua.

Di sini saya juga ingin menyampaikan aspirasi saya kepada calon-calon bupati. Saya sangat berharap, motivasi bapak-bapak dan ibu-ibu untuk menjadi bupati memang benar untuk memajukan dan memakmurkan Klaten dan bukan malah ingin memajukan dan memakmurkan rekening tabungan Anda sendiri. Saya juga berharap, bapak-bapak dan ibu-ibu mampu mengubah mindset masyarakat Klaten yang identik pada 'pejabat adalah orang yang ber-uang, bukan berbakat' melalui bukti nyata yang akan Anda lakukan, tentunya bukan bukti nyata pada apa yang Anda tulis pada spanduk-spanduk promosi yang menjadi sampah visual di Kab. Klaten ini.

Perlu diketahui, saya tidak berasal dari kubu manapun atau golongan mana pun yang berniat untuk menjatuhkan suatu kelompok atau calon. Sekali lagi saya tekankan, di sini saya menulis post ini murni dari lubuk hati dan bertujuan agar Klaten bisa maju dan terus berinovasi. Saya juga mengucapkan terima kasih pada seluruh rekan yang curhat kepada saya atas masalah ini sehingga saya memiliki ide dan yang telah memiliki semangat untuk memajukan Klaten. Saya mengucapkan terima kasih juga kepada pembaca yang membaca artikel ini secara sistematis(bukan skimming/scanning) dan mohon maaf jika ada kata-kata yang tidak berkenan. Akhir kata, terima kasih.

Majulah Klaten, Bersinarlah Klaten!
KLATEN BERSINAR

written by Joshua Harry Prabowo,
on Sunday, 12th of July 2015

June 7, 2015

Memilih Bersama dari Sabang Sampai Merauke

Inovasi tidak hanya terjadi dalam dunia teknologi, melainkan pada dunia yang lain pula. Salah satunya adalah dunia politik. Dunia politik di Indonesia yang bisa dikatakan baru seumur jagung masih belum mendapatkan stabilitas. Tentunya hal tersebut terjadi demi kemajuan politik bangsa ini. Salah satu hal yang mengalami perubahan kembali baru-baru ini adalah sistem pemungutan suara. KPU memiliki usulan inovasi baru dalam hal pemungutan suara di Indonesia. Inovasi tersebut adalah perencanaan 'pilkada serempak'. Tentu terbayang dengan maksud dari 'pilkada serempak'. Pilkada ini dilakukan secara serempak di seluruh negeri, di mana pilkada ini tidak hanya melibatkan satu jabatan saja, namun seluruh jabatan di daerah. Rancangan ini tentu memiliki tujuan yang baik pada saat dirancang. Tujuannya adalah untuk mencapai efisiensi dan efektivitas anggaran. Pilkada ini direncanakan akan terlaksana pada 9 Desember 2015, namun ada pula isu yang beredar bahwa pilkada ini akan di undur hingga 2016. Sebenarnya, sesiap apa pemerintah dalam pengadaan pilkada serempak ini?

Jika kita melihat kembali tujuan awal dari pilkada serempak ini, kenyataan yang ada kurang sesuai dan bahkan tidak sesuai. Mengapa demikian? Perkiraan biaya untuk pengadaan pilkada ini ditaksir mencapai 7 triliun rupiah, jika dibandingkan dengan total biaya pilkada yang dilakukan tidak serentak, nilai ini jauh lebih besar. Terlihat dari beberapa provinsi yang mengajukan nilai anggaran lebih dari 50%. Mendagri berpendapat bahwa bukan menjadi masalah apabila pada akhirnya total anggaran lebih besar daripada pilkada tidak serentak karena yang terpenting adalah politik di dalam negeri dapat lebih baik. Tentunya hal ini menjadi kurang masuk akal dengan tujuan semula. Apabila tujuan dari awal memang akan membenahi sistem pemerintahan hal ini akan jauh lebih baik dan dapat diterima oleh masyarakat. Di sisi lain, KPU belum sepenuhnya menyiapkan dana bagi pilkada ini untuk wilayah-wilayah yang sulit dijangkau. KPU malah menyarankan agar wilayah-wilayah tersebut meminta bantuan dana terlebih dahulu kepada pemerintah provinsi masing-masing. Padahal total wilayah yang akan mengikuti pilkada  ini ada sekitar 269 daerah. Dengan waktu yang bisa dikatakan sangat pendek ini sudah sewajarnya KPU dapat mengambil langkah yang lebih bijak lagi dalam menentukan anggaran. Terlebih anggaran belanja seharusnya sudah disiapkan satu tahun sebelumnya. Apabila pilkada ini dilakukan pada tahun 2015, anggaran seharusnya sudah dibuat pada 2014. Selain itu meskipun saat ini bentuk kepemimpinan daerah telah menjadi daerah otonomi, pemerintah pusat tetap harus lebih bijak dalam mengambil langkah. Jangan sampai dengan adanya peraturan baru ini, daerah otonomi malah memanfaatkan kesempatan untuk melakukan kecurangan dan kejahatan seperti KKN. Lebih dari itu, hal-hal kecil yang perlu dipertimbangkan juga adalah masalah kepemilikan hak pilih ganda yang sering terjadi. Apabila masalah sepele ini terulang kembali dalam jumlah yang merata dan besar, tentunya hal sepele ini dapat menjadi permasalahan yang krusial bagi negara. Alasannya adalah dengan adanya permasalahan itu, akan ada beberapa partai yang menggunakan kesempatan tersebut untuk membentuk suatu dinasti pemerintahan yang lebih luas, seperti yang pernah terjadi sebelumnya di Provinsi Banten. Bedanya, dinasti ini melibatkan satu partai atau golongan. Kemungkinan terburuknya adalah pada akhirnya akan memonopoli politik dan pemerintahan di negeri ini. Tentunya pemerintah harus mempertimbangkan dan mengkhawatirkan hal ini. Jangan sampai stabilitas politik dan pemerintahan yang belum tercapai semakin runtuh akibat adanya pilkada serentak ini. Namun, kabar baiknya adalah dengan adanya pilkada serentak ini pemerintah memiliki peluang besar dalam membangun negara secara lebih efektif karena dengan kepemimpinan yang sepenuhnya baru, pemerintah pusat dapat melangkah dengan satu visi dan misi bersama dengan kepala daerah. Sehingga memungkinkan dalam kemudahan komunikasi dan minimalisasi penyimpangan tujuan dalam membentuk negara yang maju.

Bagaimanapun juga setiap program yang diadakan pemerintah perlu kita dukung. Penyatuan visi serta misi akan membawa negara kita menjadi lebih baik. Meskipun begitu, masukan dari masyarakat juga perlu diusulkan agar budaya politik di negara ini tidak menjadi apatis. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini. Apapun keputusannya nanti, baik pilkada akan diselenggarakan secara bersama-sama atau tidak, kita sebagai masyarakat perlu mengenali setiap calon yang akan kita pilih dan tidak memikirkan dampak positif sesaat bagi masing-masing individu, melainkan yang perlu kita tanamkan adalah memilih seorang pemimpin yang mampu membawa bangsanya menjadi lebih baik di mata dunia, rakyatnya, dan sesuai dengan nilai-nilai agama.

May 27, 2015

Future and Perfekt

aku sudah sering mencoba banyak hal yang aku rasa mampu meningkatkan kualitas hidupku saat ini. Tentu saja, aku menyiapkan hidupku untuk menghadapi kehidupan yang akan datang. Namun, aku tidak mengerti bagaimana caranya membuat hidupku menjadi lebih baik. Aku merasa segala upaya yang telah aku lakukan adalah sia-sia. Aku telah mengorbankan banyak hal, namun aku tidak mendapatkan satu hal pun yang signifikan terjadi di dalam hidupku. Bertengger pada teman pun belum pernah membawa suatu pencerahan yang berarti.

Aku tidak mengerti bagaimana caraku gidup di kemudian hari, jika aku masih saja seperti ini. Belajar pun masih belum mampu, tidak belajar juga tidak mampu. Seakan-akan memang aku tidak memeiliki kemampuan. Kadang aku bingung mengapa banyak orang aku memiliki kemampuan ink itu. Aku melihat apa yang terjadi dan yang terjadi adalah aku tidak mampu. Apakah orang-orang hanya berkicau dusta untuk mengangkat jiwaku? Aku pun tak mengerti, apakah mereka memang begitu atau mungkin memang mereka tidak pernah tahu.

May 26, 2015

Berpikir Kritis Lewat "Memento"


Sangat tidak biasa ketika kita menonton sebuah drama, pertunjukan teater, atau film dengan alur mundur. Kebanyakan drama atau film disajikan dengan alur maju atau campuran. Meskipun campuran kecenderungan alur yang diberikan tidak sepenuhnya campuran, melainkan hanya pada beberapa babak saja alur campuran itu ditampilkan. Bisa kita bayangkan, betapa pusingnya kepala kita saat menonton film jika kita harus mengingat kejadian di awal(di mana itu adalah akhir cerita) dan baru memahami kejadian di akhir(di mana itu adalah awal cerita) film agar kita bisa memahami dengan baik. Cukup terbayang pusingnya memang, walaupun alurnya sudah diatur secara runtut. Lalu, terbayangkah kalian jika alur pada setiap babak maju mundur? Tentunya itu membuat kita sakit kepala. Bagi orang-orang yang kurang menggemari film-film teka-teki mungkin pada lima belas menit pertama menonton akan terlelap dalam indahnya angan. Tetapi inilah dia, "Memento", film yang menyajikan kepuasan pikiran serta visual.

Film "Memento" bukan sekedar film yang biasa kita jumpai di bioskop ataupun yang biasa kita temui pada acara-acara televisi. Film yang disutradarai oleh Christoper Nolan ini bisa jadi akan mengasah otak para penontonnya. Bagaimana tidak, dengan biaya sekitar $5juta, Nolan berhasil membuat semacam permainan puzzle di dalam film. Pada bagian awal film, ditampilkan tokoh Leonard, yang diperankan oleh Guy Pearce, yang baru saja selesai membunuh seorang pria, kemudian Leonard memotret pria tersebut. Pada babak berikutnya, kejanggalan alur mulai terasa, di mana pada saat kejadian di sebuah penginapan, Leonard bertemu dengan seorang kerabatnya Teddy, diperankan oleh Joe Patoliano, kemudian babak film secara mendadak berubah kembali ke babak sebelumnya. Setelah masuk ke babak sebelumnya, tidak menunggu terlalu lama terjadi kembali pergantian babak secara maju. Hal ini selalu terjadi sepanjang film berlangsung hingga akhir cerita.

Keunikan lain dari film ini adalah setiap pergantian babak, Nolan menggunakan warna yang berbeda. Pada alur yang terlihat mundur, ia menyajikan film dengan layar berwarna, kemudian pada bagian alur maju disajikan dengan warna hitam putih.

Sebenarnya, inti dari cerita ini sendiri adalah Leonard ingin mengungkap pembunuh istrinya yang ia duga sebagai John G. Namun, ia mengalami kesulitan karena ia menderita anterograde amnesia, yang menyebabkan dirinya tidak mampu mengingat dalam jangka pendek. Ia hanya mengandalkan catatan yang ia buat pada tubuhnya serta foto-foto yang ia abadikan setelah melakukan suatu hal. Hal ini yang membuat dirinya kebingungan sendiri. Ia selalu berusaha mencari pembunuh istrinya, namun ia sendiri lupa siapa pembunuh istrinya. Ia hanya mengingat nama pembunuh tersebut. Ditunjukkan pula bahwa ia memiliki kenangan sebagai agen asuransi yang menangani kasus lupa ingatan sementara pada kliennya.

Jika alur film ini disambungkan akan membentuk suatu penjelasan bahwa, pembunuh istrinya tidak lain adalah ia sendiri karena kelalaiannya dalam ingatannya. John G., yang ia duga sebagai pembunuh sebenarnya bukanlah pembunuh. Meskipun John G., melakukan kekerasan pada istrinya, namun saat Leonard dan istrinya sekarat, ia tidak berusaha membunuh dan hanya meninggalkan mereka dalam keadaan sekarat. Tetapi, ingatan-ingatannya bermasalah setelah ia mengalami masa sekarat itu. Ia hanya mengingat ingatan jangka panjang. Berkat hal itu pula ia malah tidak sengaja membunuh istrinya dan ia lupa bahwa ialah yang membunuh istrinya secara tidak sengaja dengan menyuntikkan insulin secara berlebih.

Saya rasa film ini sangat baik untuk meningkatkan pikiran kritis kita sebagai penonton, sehingga sebagai penonton pun kita tidak serta-merta menerima film apa adanya. Disini peran penonton juga dilibatkan dalam menginterpretasikan maksud film. Sayangnya, kerumitan film inilah yang membuat banyak orang kurang mampu menikmati film ini. Meskipun demikian, film ini juga memiliki kekurangan pada klimaks dalam adegan-adegan yang disajikan, mengingat alur yang dibuat adalah 'benar-benar' maju-mundur. Tidak mengherankan jika akhirnya film yang dirilis tahun 2000 ini mendapatkan banyak nominasi dan penghargaan.

Berikut adalah trailernya yang munkin sedikit tidak menarik. Namun jika kalian menontonnya pasti ketagihan!

Jika kalian adalah penikmat film-film 'berat', tidak ada salahnya jika kalian mencoba yang satu ini!

Sumber : Wikipedia dan Memento Film
xoxo

May 16, 2015

Tergantung di Celah Tebing

Tolong!! Tolong!!
Tolong aku!
Aku baru saja jatuh dan terperosok pada dua buah tebing tinggi yang sempit!
Kakiku masih tergantung pada celah sempit ini...
Aku tak bisa bergerak, hanya suara yang mampu kumainkan.
Tebing ini membuatku tergantung.
Sempit dan sangat sempit...

Aku tidak mampu menggerakkan badanku, namun aku tahu aku akan jatuh.
Didingnya terlalu licin, namun sempit!
Jika memang aku harus jatuh, biarkan aku jatuh dan bergerak.
Jika memang aku harus mati, biarkan aku mati segera!
Jangan buatku menggantung dalam celah sempit ini.
Terlalu gelap dan menakutkan.

Aku berharap akan ada yang menolongku.
Semoga itu gempa bumi yang mampu menggoncangkan tebing ini dan membagi celahnya menjadi dua.

November 30, 2014

Analisis Cerita Ulang Rawa Pening - Danau Tiga Warna

Rawa Pening
            Pada suatu hari, hiduplah sepasang suami istri yang sangat baik, pemurah, dan senang menolong. Mereka adalah Ki Hajar dan Nyai Selakanta yang tinggal di sebuah lembah, di antara Gunung Merbabu dan Telomoyo. Mereka sangat disegani dan dihormati oleh warga kampungnya.  Sayangnya, nasib mereka sungguh malang. Meskipun sudah lama menikah, mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Walaupun demikian, mereka tetap hidup dalam kerukunan dan kehangatan keluarga tetap mereka dapatkan.
            Setelah sekian lama mereka hidup berdua, tiba-tiba Nyai Selakanta termenung sedih. Ia meminta Ki Hajar untuk bertapa di Gunung Telomoyo. Ia meminta suaminya bertapa agar mereka cepat mendapatkan keturunan. Lalu pergilah Ki Hajar untuk bertapa di Gunung Telomoyo. Di sana, Ki Hajar bertapa dan menyampaikan keinginannya untuk mendapatkan keturunan. Di rumah, Nyai Selakanta kembali cemas menunggu kedatangan suaminya. Maklum, sudah berbulan-bulan bertapa suaminya tak kunjung pulang. Tiba-tiba perut Nyai Selakanta terasa mual dan ia merasa tidak enak badan. Ia merasa bahwa dirinya telah hamil. Ternyata benar, ia telah mengandung seorang anak. Betapa bahagianya dirinya saat itu. Selama kehamilan Nyai Selakanta hanya seorang diri di rumah. Suaminya tak kunjung pulang karena masih bertapa.
            Akhirnya waktu kelahiran tiba. Nyai Selakanta sangat terkejut mendapati anak yang dilahirkannya bukanlah seorang putra manusia, melainkan seekor naga. Meski demikian, Nyai Selakanta tetap bersyukur meski sedikit kecewa karena anak yang dilahirkannya bukanlah seorang manusia. Kemudian, diberikanlah sebuah nama pada anak itu yaitu “Baru Klinthing”. Baru Klinthing adalah nama pusaka sakti ayahnya yang ada di rumah. Baru berasal dari kata “bra” yang berarti Brahmana, resi dengan kedudukan tinggi di atas pendeta. Klinthing berarti lonceng. Nyai Selakanta pun menutupi kelahiran anaknya yang berupa naga dari masyarakat karena takut akan dihina.  Nyai Selakanta pun merencanakan akan mengasingkan Baru Klinthing di bukit Tugur, namun ia akan membesarkan Baru Klinthing terlebih dahulu hingga remaja. Dengan cintanya, Nyai Selakanta membesarkan Baru Klinthing dengan diam-diam. Ajaibnya, meskipun Baru Klinthing adalah seekor naga, namun ia dapat berbicara seperti manusia. Saat Baru Klinthing menginjak masa remajanya, tiba-tiba ia menanyakan siapakah ayahnya. Nyai Selakanta pun terkejut atas pertanyaannya. Hingga saat ini suaminya belum kunjung pulang dari pertapaannya. Nyai Selakanta pun meminta Baru Klinthing untuk menyusul ayahnya yang sedang bertapa dengan membekalinya pusaka Baru Klinthing milik ayahnya sebagai bukti bahwa ia adalah anaknya.
            Setibanya di Gunung Telomoyo, Baru Klinthing mendapati seorang tua sedang bertapa di dalam gua di gunung itu. Ki Hajar pun mendengar suara pengusik yang sedikit mengganggu saat ia bertapa. Ki Hajar terkejut ketika melihat seekor naga dapat berbicara. Lalu bertanyalah ia kepada Baru Klinthing siapakah dirinya. Baru Klinthing pun menjawab bahwa ia adalah anaknya. Semakin terkejut Ki Hajar atas jawaban Baru Klinthing. Baru Klinthing langsung menunjukkan bukti pusaka milik ayahnya untuk meyakinkan bahwa ia memang benar-benar anaknya. Ki Hajar pun mulai sedikit percaya, namun ia belum sepenuhnya percaya. Ia memerintahkan Baru Klinthing untuk melingkari Gunung Telomoyo sebagai bukti bahwa ia adalah anaknya. Baru Klinthing pun menuruti permintaan ayahnya. Dengan kekuatan ajaibnya, ia pun melingkari Gunung Telomoyo. Kemudian, barulah Ki Hajar percaya bahwa ia adalah anaknya. Belum cukup untuk membuat Ki Hajar puas, ia pun meminta Baru Klinthing agar bertapa meminta supaya wujudnya bisa menjadi seperti manusia dengan melingkari gunung itu. Sampai waktu yang lama, Baru Klinthing masih bertapa melingkari gunung itu.
            Sementara itu, tak jauh dari tempat Baru Klinthing bertapa, terdapat sebuah desa bernama Pathok. Warga desa ini sangat angkuh. Ketika itu warga desa akan melaksanakan kegiatan bersih desa dan pesta sebagai wujud syukur atas panen yang telah diterima. Sayangnya, warga desa tidak menemukan hewan untuk diburu sebagai jamuan pesta. Kemudian pergilah seluruh warga mencari hewan buruan hingga akhirnya waga menemukan seekor naga besar yang sedang bertapa melingkari gunung. Warga berbondong-bondong memotong naga itu dan membawanya ke desa untuk disajikan pada acara pesta. Tiba-tiba ditengah keramaian pesta, datang seorang anak dengan banyak luka di tubuhnya dengan darah yang mengalir dan bau amis. Anak itu tak lain tak bukan adalah jelmaan dari Baru Klinthing. Ia datang dan meminta pada warga sedikit makanan untuk disantap karena ia kelaparan. Kejamnya, tak satupun warga mau memberikan makanan kepadanya dan malah mengejek lalu mengusirnya. Baru Klinthing pun berjalan  meninggalkan desa itu. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang nenek bernama Nyi Lenthung. Nyi Lenthung pun membawa Baru Klinthing ke gubuknya dan memberikan makanan. Baru Klinthing terkagum pada Nyi Lenthung karena masih ada orang baik di desa itu. Ternyata Nyi Lenthung juga tidak dianggap di desa itu karena ia kumuh. Mengetahui hal tersebut, Baru Klinthing geram dan berniat untuk memberi pelajaran pada warga desa itu. Kemudian Baru Klinthing kembali datang ke pesta itu sambil menantang warga untuk mencabut lidi yang ada didekatnnya. Semua warga meremehkannya. Mulai dari anak-anak bahkan pria dewasa tidak mampu mencabut lidi itu. Akhirnya Baru Klinthing dengan mudah mencabut lidi itu. Seketika itu, suara gemuruh terdengar dan keluarlah air dari lubang bekas lidi itu menancap. Lama-kelamaan air itu memenuhi desa dan menenggelamkan desa. Meskipun demikian, Nyi Lenthung tetap selamat dan Baru Klinthing menjelma kembali menjadi naga untuk menjaga desa yang tenggelam itu yang kini disebut Rawa Pening.


Danau Tiga Warna
Dahulu di puncak Gunung Kelimutu, Bhua Ria, hiduplah Konde Ratu dengan rakyatnya. Pada masa itu terdapat dua tokoh yang disegani, baik karena kemurahan hatinya maupun kejahatannya. Mereka adalah Ata Polo, si penyihir jahat, dan Ata Bupu, si penyihir baik. Mereka berdua memiliki kekuatan yang sangat kuat. Meskipun demikian, mereka berdua berteman baik dan taat pada Konde Ratu. Ata Bupu lebih dikenal sebagai petani dan Ata Polo sangat gemar memangsa manusia di seluruh jagat raya.
Saat itu Bhua Ria sangat tenang dan tentram. Tiba-tiba sepasang Ana Kalo datang kepada Ata Bupu untuk meminta perlindungan. Mereka ditinggal orang tua mereka ke alam baka. Kemurahan hati Ata Bupu membuatnya memenuhi permintaan sepasang anak itu. Kemudian Ata Bupu meminta satu syarat agar dipatuhi oleh mereka. Ia meminta agar anak-anak itu tidak meninggalkan daerah ladang milik Ata Bupu.
Suatu hari Ata Polo mengunjungi Ata Bupu. Tiba-tiba ia mencium aroma sangat menarik di tempat tinggal Ata Bupu. Ternyata itu adalah aroma sepasang Ana Kalo. Ata Polo dengan sigap ingin menerkam anak-anak itu, namun Ata Bupu dengan cepat menghadang Ata Polo agar menjauhi anak-anak itu. Ata Bupu berusaha melindungi kedua anak itu dengan cara menjanjikan kepada Ata Polo agar kembali lagi menemui anak-anak itu ketika mereka sudah remaja karena daging mereka belum cukup enak untuk dimakan. Anak-anak itu ketakutan bukan kepalang. Searah dengan jalannya waktu, Ata Bupu terus mencari ide untuk menyembunyikan anak-anak itu.
Kini kedua anak itu telah bertumbuh menjadi Ko’ofai dan Nuwa Muri. Hingga saat ini mereka belum juga mendapatkan tempat persembunyian. Akhirnya mereka meminta izin kepada Ata Bupu untuk mencari persembunyian mereka sendiri. Akhirnya mereka bersembunyi pada gua yang tertutup oleh akar rotan dan akar beringin.
Saat yang ditunggu oleh Ata Polo tiba. Ia mendatangi Ata Bupu untuk menagih janji. Sayangnya Ata Polo mendapati bahwa anak-anak itu telah pergi. Ata Bupu enggan menjawab di mana anak itu berada. Akhirnya murka Ata Polo membara. Mereka berdua berperang satu sama lain dengan kekuatan dahsyat mereka. Awalnya tidak ada yang menang dan kalah, melainkan seimbang. Lama kelamaan tenaga Ata Bupu melemah karena kini ia sudah tua. Ia hanya menjauhi serangan melalui gempa bumi yang dibuatnya. Geram dengan hal itu, Ata Polo semakin menjadi. Akibatnya, gempa bumi dan kebakaran besar terjadi hingga kaki Gunung Kelimutu. Meskipun demikian, perang terus berlanjut. Ata Bupu tak dapat menahan lagi serangan dari Ata Polo. Akhirnya ia memilih untuk raib ke perut bumi. Ata Polo kini semakin menggila dan murka.
Setelah itu, tiba-tiba saja Ata Polo mencium aroma kedua anak itu. Tak hanya murka besar, Ata Polo terlihat menjadi beringas. Ia tak sabar untuk melahap kedua anak itu. Untungnya takdir berkata lain. Ata Polo tiba-tiba jatuh masuk ke bumi. Kedua remaja itu pula ikut terjatuh dan terkuburlah mereka hidup-hidup.
Beberapa saat setelah kejadian itu, tempat Ata Bupu raib ke bumi berubah menjadi danau berwarna biru. Lalu muncul kembali danau berwarna merah darah di tempat Ata Polo mati. Tempat persembunyian Ko’ofai dan Nuwa Muri juga terbentuk sebuah danau berwarna hijau tenang.
Kini danau berwarna biru itu dijuluki Tiwu Ata Mbupu, dipercaya sebagai tempat berkumpulnya arwah tetua, untuk danau berwarna merah disebut Tiwu Ata Polo, tempat berkumpulnya arwah-arwah penenung, dan danau berwarna hijau dinamakan Tiwu Nuwa Muri Ko’ofai dimana arwah muda-mudi tinggal.

  • Catatan            :

·         Bhua Ria                                  hutan lebat yang selalu berawan
·         Ana Kalo                                  :  anak yatim piatu
·         Ko’ofai dan Nuwa Muri           gadis muda dan pemuda


Analisis Cerita Ulang :
  • ·         Persamaan :

Kedua cerita di atas memiliki persamaan pokok yang menceritakan terjadinya sebuah danau. Danau-danau di atas, menurut cerita terbentuk akibat dipicu konflik antar tokoh dalam cerita. Meskipun demikian, unsur imajinatif sangat ditonjolkan pada kedua cerita di atas. Tak hanya itu, unsur magis juga sangat mencolok. Selain itu, kedua cerita di atas mengambil acuan latar yang sama yaitu di sekitar gunung.
  • ·         Perbedaan :

Tokoh pada cerita Rawa Pening lebih kompleks dibandingkan dengan tokoh pada cerita Danau Tiga Warna. Terbukti dari masalah-masalah yang terjadi. Permasalahan terjadi tidak hanya melibatkan satu atau dua tokoh saja, namun lebih. Pada cerita Danau Tiga Warna, permasalahan terfokus pada beberapa tokoh saja. Tokoh utama pada kedua cerita di atas juga berbeda. Rawa Pening menggunakan naga sebagai tokoh utamanya. Danau Tiga Warna menggunakan manusia sebagai tokoh utamanya. Dilihat dari diksi yang digunakan, Cerita ulang Rawa Pening tidak banyak menggunakan istilah-istilah daerah. Berbeda dengan cerita ulang Danau Tiga Warna yang banyak menunjukkan istilah-istilah daerah untuk menyebutkan keadaan-keadaan tokoh maupun latar. Berkaitan dengan hal itu, cerita Rawa Pening menunjukkan unsur budaya khas  yang ditunjukkan pada perayaan panen. Pada cerita Danau Tiga Warna menunjukkan ciri budaya melalui cerita-cerita magis yang ada dalam cerita.  Dari segi asal mula cerita, Rawa Pening berasal dari Jawa Tengah dan Danau Tiga Warna berasal dari Nusa Tenggara Timur. Selain itu cerita ulang Rawa Pening kurang menceritakan tokoh-tokoh penting di awal cerita seperti Ki Hajar dan Nyai Selakanta. Tokoh-tokoh itu hanya berlalu begitu saja ketika mendekati klimaks dan hilang saat klimaks hingga akhir cerita.  Untuk cerita ulang Danau Tiga Warna, tokoh-tokoh yang diceritakan secara detil pada awal cerita, terus diceritakan dan memiliki kesinambungan hingga akhir cerita. Lalu, tokoh utama pada cerita Rawa Pening tewas dengan cara yang tragis, namun tetap berperan hingga akhir cerita dengan wujud jelmaan seorang anak dan naga. Pada cerita Danau Tiga Warna tidak semua tokoh utama tewas, melainkan ada satu tokoh yang hanya menghilang ke dalam bumi, namun tidak diceritakan bagaimana kelanjutannya apakah tokoh itu tewas atau tidak.


November 20, 2014

Kemaluan Semasa Kecil

Lima tahun lalu, sejak saat aku menulis cerita ini pernah terjadi suatu kejadian memalukan dalam hidupku. Tepatnya hal ini terjadi saat aku duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. Saat itu bulan ramadhan, di mana mayoritas umat muslim menjalankan ibadah puasa, dan sisanya ikut menyemarakkan momen-momen berharga tersebut. Tak berbeda denganku, meskipun aku tidak merayakan, namun aku ikut menikmati saat-saat berharga dalam bulan itu. Tepatnya ketika aku berada di kota kelahiranku, Klaten.

Pada saat itu, buka bersama adalah suatu hal yang luar biasa bagi anak-anak sekolah dasar, terlebih belum banyak anak-anak seusiaku, entah hanya di kotaku yang kampung atau memang di semua kota, yang mengadakan acara seperti itu. Aku sedikit lupa tentang siapa yang mencetuskan ide itu di kelas, yang pasti, sebelum kami menemukan kesepakatan lokasi dan biaya iuran aku bersama beberapa ornag temanku telah melakukan musyawarah bersama teman sekelas. Akhirnya, keputusan di dapat. Kami menyetujui untuk berbuka bersama di Restoran X, dengan nominal iuran tiga puluh ribu. Ada segelintir anak yang tidak menyetujui dan tidak menyanggupi untuk datang. Kami pun mencatat siapa-saiapa saja yang setuju dan akan datang. Kurang lebih tiga per lima siswa sekelas bersedia datang, sekitar tiga puluhan anak. Bagiku pada waktu itu, pilihan tersebut terlalu mewah bagi anak-anak seusiaku, terlebih kami belum mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah. Kami hanya bisa mengatungkan tangan kami melalui belas kasihan orang tua yang bekerja.

Hari terus saja berjalan dan terbentuklah sebuah panitia kecil secara tidak formal untuk menyelenggarakan kegiatan itu. Aku termasuk salah satunya.  Rasa bangga seakan mengikuti kami siang dan malam, tak peduli hujan maupun terang untuk menyambut acara itu. Di tempat bimbingan belajar, beberapa dari kami asyik membahas dan membayangkan acara yang akan digelar. Bahkan, doorprize juga kami persiapkan. Jujur saja, saat itu acara kami selenggarakan tanpa campur tangan orang tua. Kami berjalan sendiri mengikuti aliran suasana dan keadaan.

Hari yang di tunggu-tunggu semakin dekat, kami mulai menyalurkan biaya iuran kepada salah seorang temanku. Aku sudah melunasi iuran, namun sebagian lainnya masih separuh dan sebagian lagi baru membayar iuran dengan mulut manis. Aku dan salah seorang temanku merasa uang yang terkumpul sudah cukup untuk membayar tanda jadi di restoran tersebut. Bergegaslah temanku ke restoran itu dan memilih paket menu untuk acara kami. Lalu, keputusan jatuh pada salah satu paket prasmanan dengan harga kisaran itu, dengan minum jus alpukat. Sungguh menarik memang. Dengan rasa bangga dan bahagia, temanku yang telah memesan bercerita kepadaku dan aku pun gembira mendengarnya.

Buka bersama akhirnya telah tiba. Susunan acara dan lain-lain telah ku siapkan. Aku pun mengayuh sepeda merahku yang masih mengkilat cerah menuju restoran tersebut. Kumasuki gapura restoran itu dan ku lihat wajah suram mengiringi salah seorang temanku yang kemarin memesan menu. Ia dengan panik bercerita kepadaku, bahwa banyak teman-teman yang tadi baru memberikan janji-janji akan datang lalu mendadak tidak bisa hadir tanpa memberikan uang sepeserpun. Uang kami pun kurang untuk membayar tagihan restoran, bahkan kami telah mengubah menu minuman menjadi es teh, namun masih kurang saja uang kami. Kami hanya memiliki empat ratus ribu, sedangkan tagihan kami sekitar satu juta. Panik kami bukan kepalang, semua anak yang hadir ku tanya apakah ia membawa uang lebih atau tidak. Semua yang membawa uang lebih diminta dengan sukarela untuk menghutangi terlebih dahulu. Semua teman yang tadinya tidak bersedia hadir ku hubungi lewat telepon. Sebagian bisa hadir, sebagian tidak. Bahkan, aku akhirnya menghubungi guru-guru sambil menceritakan kejadian itu. Guruku kaget bukan kepalang, meskipun begitu guru-guru tetap tidak datang karena sedang di luar kota. Akhirnya, beberapa teman ku mengajak keluarganya untuk ikut buka bersama dengan kami, namun tetap setiap orang diminta untuk membayar sesuai tagihan. Lalu, kami makan dengan gembira dan kelegaan.

Akhirnya, masalah di restoran selesai. Uang pembayaran tercukupi dan makanan sisa cukup banyak.

Tak berapa lama setelah kejadian itu, saat di sekolah wali kelasku yang ku undang untuk hadir ke acara buka bersama itu meminta penjelasan dariku soal kejadian itu. Namanya Bu Eny. Aku masih mengingatnya hingga kini. Tak seperti biasanya, Bu Eny terbawa emosi dan memarahi kami atas kejadian itu karena beberapa dari kami tidak bertanggung jawab dan tidak memenuhi janji untuk datang. Akhirnya Bu Eny meminta anak-anak yang sudah berjanji datang, tetapi tidak datang untuk membayar iuran. Maka, lunaslah hutang-hutang kepada teman-teman. Dari situ, aku belajar bagaimana mengadakan suatu kegiatan dengan benar dan tepat. Sejak saat itu pula, ketika aku berada di SMP, aku tidak takut lagi akan kekurangan uang untuk membayar karena pengalaman telah mengajariku. Semenjak kejadian itu pula, setiap kali kami mengadakan kumpul bersama teman-teman sekolah dasar dan menyinggung masalah itu kami tertawa terbahak karena itu adalah kenangan kami yang luar biasa semasa sekolah dasar.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review